Indonesia Pacu Swasembada Energi, BIG 40 Jadi Momentum Kebijakan EBT dan Penghentian Impor Solar 2026
Iklan ini berasal dari platform publisher eksternal dan dimuat berdasarkan preferensi (cookies) pembaca. Mohon kebijaksanaan dalam menyikapi iklan yang muncul.
Depok, Stapo.id – Bisnis Indonesia Grup Conference (BIG) memasuki usia ke-40 tahun pada penyelenggaraan hari ini di Raffles Hotel Jakarta. Momentum empat dekade ini terasa semakin strategis ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia hadir sebagai pembicara utama dalam sesi Leaders Talk bertema arah kebijakan energi menuju kedaulatan ekonomi nasional. Di hadapan para pelaku industri, pengusaha, dan pemangku kepentingan, Bahlil menyampaikan langkah konkret pemerintah mewujudkan swasembada energi, termasuk target penghentian impor solar pada 2026, penataan ulang proyek energi baru terbarukan, dan kebijakan ketat dalam ekspor listrik hijau ke Singapura.
Dalam paparannya, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah menargetkan nol impor minyak solar mulai tahun depan, sejalan dengan percepatan hilirisasi dan mandatori pencampuran bahan bakar nabati. Ia menjelaskan bahwa implementasi B50 akan menjadi kunci substitusi kebutuhan nasional, mengingat impor solar Indonesia per Juni 2025 masih berada pada level 10,58 persen. Langkah serupa juga diterapkan pada bensin, di mana mandatori bioetanol E5 hingga E10 dirancang untuk menekan impor yang per Juni 2025 mencapai 61,37 persen.
Bahlil turut menyoroti penataan ulang proyek energi baru terbarukan yang dinilai belum optimal. Ia menyampaikan bahwa pemerintah akan menghentikan pembangkit listrik tenaga surya skala kecil yang tidak efisien dan tidak mampu beroperasi penuh sepanjang hari. Ia menekankan bahwa Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik ke depan akan memprioritaskan pembangkit yang lebih stabil, seperti tenaga air atau angin, agar sistem energi nasional semakin kuat dan andal.
Dalam isu ekspor listrik energi hijau ke Singapura, Bahlil menyampaikan bahwa pemerintah kini membuka peluang tersebut dengan syarat tegas. Indonesia hanya akan mengizinkan ekspor listrik EBT apabila Singapura berkomitmen menanamkan investasi hilirisasi energi ramah lingkungan di dalam negeri. Kebijakan ini, menurut Bahlil, merupakan strategi agar Indonesia tidak hanya menjadi pemasok energi mentah, tetapi juga memperoleh keuntungan berkelanjutan melalui pembangunan kawasan industri dan transfer nilai tambah.
Bahlil juga menyoroti strategi energi baru terbarukan (EBT) domestik. Ia mengungkapkan bahwa pemerintah akan memangkas pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dianggap tidak efisien.
"Dan kita sudah matikan semua ke depan seluruh pembangkit solar. Kenapa? Ini sumber kebercahan. Apalagi kalau kita taruh di sana, nyala cuma 4 jam, enggak pulang 24 jam. Enggak boleh kayak gitu," tegas Bahlil, menekankan bahwa Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) ke depan akan memprioritaskan energi yang optimal seperti air atau angin.
Pada momen peringatan empat dekade Bisnis Indonesia, pernyataan Bahlil mencerminkan arah kebijakan energi nasional yang lebih agresif dalam mengejar kemandirian dan ketahanan energi. Pemerintah menegaskan bahwa setiap langkah transformasi energi harus menguntungkan Indonesia, memperkuat industri dalam negeri, dan membawa negara menuju kedaulatan ekonomi yang menjadi fokus besar dalam agenda BIG 40 tahun ini.
Iklan ini berasal dari platform publisher eksternal dan dimuat berdasarkan preferensi (cookies) pembaca. Mohon kebijaksanaan dalam menyikapi iklan yang muncul.

