Exabytes: AI Bukan Ancaman, Perusahaan Wajib Visioner atau Terkena ‘Seleksi Alam’

Pradahlan Sindu Mardiko - Penulis

Iklan ini berasal dari platform publisher eksternal dan dimuat berdasarkan preferensi (cookies) pembaca. Mohon kebijaksanaan dalam menyikapi iklan yang muncul.


Jakarta, Stapo.id - Vice President and Country Manager Exabytes Indonesia, Indra Hartawan, menegaskan bahwa kecerdasan buatan (AI) harus dilihat sebagai masa depan yang akan terjadi, bukan sebagai ancaman yang akan membuat fungsi manusia tergantikan. Perusahaan yang menolak adaptasi terhadap teknologi baru dinilai akan tersisih melalui proses "seleksi alam".

Berbicara dalam panel diskusi bertajuk The Human Touch in an Automated World: Keeping Brand Authenticity Alive di Exabytes Marketing Fest pada 11 Desember 2025 di CBN Hall, Indra Hartawan menyoroti bahwa tantangan terbesar dalam menghadapi AI bukanlah teknologi itu sendiri, melainkan keengganan manusia untuk mengubah kebiasaan. Menurutnya, sikap adaptif sebenarnya bukan hal baru bagi organisasi.

"Bahkan yang terakhir saja, kan yang paling tidak siap sebenarnya apa sih? Yang paling tidak siap itu adalah kebiasaan kita, mengubah kebiasaan kita," ujar Indra. Ia membandingkan resistensi terhadap AI dengan penolakan terhadap teknologi transportasi daring di masa lalu, yang membuat banyak pihak berada di “zona nyaman” hingga akhirnya tertinggal.

Indra menekankan bahwa perusahaan yang berpikir visioner pasti akan bertahan (survive) dan bahkan mampu memonetisasi kemajuan teknologi tersebut.

Di internal perusahaannya, Exabytes (disebut chatboot Susan AI dalam konteks diskusi antar Staff Exabytes) berfokus pada penambahan nilai, bukan hanya efisiensi. "Kalau di Susan AI saat ini, tentunya kita berfokus pada penambahan value, jadi kita pakai chatboot tersebut untuk staff yang ingin bertanya seputaran HR ke Chatboot tersebut," jelasnya.

AI digunakan untuk menggantikan tugas-tugas berulang (repeated task), seperti yang biasanya dikerjakan oleh pekerja magang. Namun, otomatisasi ini menuntut peningkatan kapabilitas tim yang sudah ada. "Kita memang menggantikan beberapa fungsi itu dengan AI. Cuma trade off-nya apa? Trade off-nya kita harus punya tim yang punya kapabilitas lebih," tambahnya.

Indra memberikan contoh konkret: tim yang tadinya melayani pelanggan melalui *chat*, kini dialihkan fungsinya. "Ketika misalnya AI itu membantu untuk pelayanan di *chat*, artinya tim yang tadinya meng-*handle chat*, kita pindahkan ke belakang, dia menjadi konsultan AI," papar Indra, menegaskan bahwa karyawan ditantang untuk bergeser ke tugas yang membutuhkan kreativitas dan nilai tambah.


***

FAQ:

1. Apa fokus utama Exabytes dalam mengadopsi AI?

Exabytes berfokus pada penambahan nilai (*value*) kepada tim yang sudah ada, alih-alih hanya berorientasi pada efisiensi.

2. Bagaimana Exabytes mengelola karyawan yang pekerjaannya digantikan AI?

Karyawan dialihkan ke posisi yang membutuhkan kapabilitas lebih tinggi, seperti menjadi konsultan AI, dan ditantang untuk fokus pada tugas kreatif dan bernilai tambah.

3. Apa risiko terbesar bagi perusahaan menurut Indra Hartawan?

Risiko terbesar adalah keengganan untuk berubah dan keluar dari zona nyaman; perusahaan yang tidak adaptif akan tersaring melalui "seleksi alam."

Iklan ini berasal dari platform publisher eksternal dan dimuat berdasarkan preferensi (cookies) pembaca. Mohon kebijaksanaan dalam menyikapi iklan yang muncul.

Bottom Ad [Post Page]

Iklan ini berasal dari platform publisher eksternal dan dimuat berdasarkan preferensi (cookies) pembaca. Mohon kebijaksanaan dalam menyikapi iklan yang muncul.

Kabar

Bisnis

Memuat berita Bisnis...

Insight

Invest

Stafriends

Memuat karya Stafriends...

Otomotif

Tech