Valuasi Saham AI AS Mencekik, Investor Indonesia Diminta Siaga Risiko 'Bubble'
Depok, Stapo.id - Euforia investasi pada saham-saham teknologi Amerika Serikat yang didorong oleh kemajuan kecerdasan buatan atau AI semakin tak terbendung, membuat emiten raksasa seperti Apple, Microsoft, dan Nvidia Corp, yang dikenal sebagai Magnificent 7, menjadi primadona di kalangan pelaku pasar global, termasuk investor ritel di Indonesia.
Momentum ini bahkan mendorong Nvidia baru-baru ini menjadi perusahaan paling bernilai di dunia dengan valuasi mencapai US$5 triliun, seiring rencana IPO OpenAI, induk platform ChatGPT, yang diperkirakan bernilai US$1 triliun dalam waktu dekat. Fenomena ini memicu pertanyaan mengenai peluang dan risiko bagi investor Tanah Air yang ingin menjajal peruntungan di pasar Paman Sam. Co-Founder Pasardana, Hans Kwee, pada Jumat (31/10/2025), mengingatkan bahwa meskipun saham-saham ini menawarkan likuiditas tinggi, valuasinya saat ini terbilang sangat mahal.
Investor yang menoleransi harga tinggi ini pada dasarnya membeli prospek pertumbuhan masa depan, namun harus belajar dari sejarah pecahnya bubble dot-com pada awal 2000-an ketika emiten gagal memenuhi target pertumbuhan. Hans menyarankan investor yang ingin masuk ke saham teknologi AS harus menggunakan "uang dingin" untuk mengantisipasi kerugian besar jika terjadi koreksi harga. Senada, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai tingginya likuiditas dan perlindungan investor di pasar modal AS memang menarik, namun mitigasi risiko tetap fundamental.
Bagi investor yang belum memahami betul pasar AS, saham teknologi Indonesia, meskipun karakteristiknya berbeda karena lebih erat kaitannya dengan e-commerce dan konsumsi domestik, juga menunjukkan potensi menjanjikan. Indeks IDX Technology sendiri telah tumbuh impresif 143,64% year to date, menunjukkan ekosistem lokal yang masih sustain selama operasionalnya efisien.

.jpg)