Post Page Advertisement [Top]

space iklan

Starlink Jangkau Pelosok RI, Paradoks Harga Premium Batasi Akses Digital

Stapo Indonesia - Penulis


Depok, Stapo.id - Layanan internet satelit Starlink milik SpaceX yang resmi beroperasi di Indonesia sejak Mei 2024 berhasil menunjukkan peran vitalnya dalam menjembatani kesenjangan digital. Data terbaru menunjukkan bahwa hampir 60% pengguna Starlink berada di daerah pedesaan, utamanya di wilayah kurang urban seperti Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, di mana sinyal seluler tradisional seringkali hilang. 

Ini menempatkan Starlink sebagai solusi konektivitas yang kuat di lokasi-lokasi yang sulit dijangkau jaringan terestrial. Namun, di balik keberhasilan teknis ini, muncul paradoks finansial yang membatasi dampak sosialnya. Meskipun secara teknis terhubung, layanan Starlink masih menjadi barang mewah bagi banyak rumah tangga yang paling membutuhkannya. 

Mengapa? Biaya masuk awal Starlink sangat tinggi. Harga perangkat keras standar mencapai Rp 5,9 juta, jauh melampaui router Fixed Wireless Access (FWA) lokal yang mulai dari Rp 400.000. Bahkan untuk paket bulanan, paket Residensial Lite pun mencapai Rp 479.000, yang bagi masyarakat dengan upah rata-rata Rp 3,09 juta, menghabiskan hampir seperenam dari penghasilan. Bandingkan dengan paket FWA alternatif yang umumnya di bawah Rp 300.000 per bulan. Kesenjangan harga ini menjadi penghalang utama adopsi massal. 

Regulator telekomunikasi dan pemerintah telah berupaya mengatasi masalah inklusi digital, misalnya melalui rencana penyediaan internet murah untuk sekolah dan pengalokasian frekuensi untuk layanan FWA yang lebih terjangkau, seharga sekitar Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per bulan. Oleh karena itu, kesuksesan jangka panjang Starlink di Indonesia akan sangat bergantung pada bagaimana perusahaan dapat meniru strategi penurunan harga kit di negara lain, agar layanan super cepat ini benar-benar terjangkau oleh masyarakat luas di pedesaan.


Bottom Ad [Post Page]

Kabar

Bisnis

Insight

Invest

Saintek