Post Page Advertisement [Top]

space iklan

Strategi IPO dan M&A di Tengah Ketidakpastian Ekonomi, Amvesindo dan OJK Dorong Startup Siap Masuk Bursa

Stapo Indonesia - Penulis


Depok, Stapo.id – Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) menggelar seminar bertajuk Unlocking Value in Uncertain Times: Adaptive Monetization via IPOs or M&A pada 11 September 2025 di Main Hall BEI, Jakarta. Acara ini menghadirkan regulator, venture capital, serta pelaku startup untuk membedah strategi pendanaan di tengah situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian.

Dalam sambutannya, Maman Firmansyah, Kepala Direktorat Pengawasan Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Modal Ventura OJK, menegaskan pentingnya peran lembaga pembiayaan dan modal ventura dalam memperkuat ekosistem investasi Indonesia. Menurutnya, sektor riil dan startup membutuhkan dukungan pembiayaan yang konsisten, namun tetap disertai tata kelola yang sehat, transparansi, dan pengawasan berkelanjutan.


Andreas Surya, Vice Chairman Amvesindo, mengulas secara detail bagaimana startup dan investor harus menavigasi nilai perusahaan dalam menghadapi IPO atau merger dan akuisisi. Ia menekankan bahwa IPO bukan sekadar pencapaian finansial, melainkan ujian fundamental bisnis. Tiga indikator utama menjadi tolok ukur kesiapan perusahaan, yakni kinerja yang sehat, pangsa pasar yang kuat, serta tata kelola yang solid.

Ia mencontohkan perjalanan Blibli yang butuh waktu 10 tahun untuk IPO dengan hasil positif, dibandingkan GoTo yang valuasinya anjlok pasca melantai di bursa. Menurutnya, timing tidak bisa hanya bergantung pada panjangnya runway, tetapi harus disesuaikan dengan fundamental bisnis yang matang.

Selain IPO, opsi liquidity event lain seperti M&A, secondary market, dan private equity disebut penting untuk diperhitungkan venture capital. Pasar Indonesia dinilai masih menghadapi keterbatasan kedalaman likuiditas dan minimnya korporasi besar yang berani melakukan akuisisi strategis.

Dari sisi perusahaan, AssistX menegaskan bahwa persiapan IPO mencakup tiga pilar utama: kesiapan finansial dengan laporan keuangan audited, kepatuhan hukum, serta narasi pertumbuhan yang kredibel. Mereka menilai IPO bukan akhir perjalanan, melainkan milestone yang membuka peluang ekspansi, peningkatan modal, dan pertumbuhan pendapatan signifikan.

Contoh global seperti Alibaba, Nvidia, hingga BCA menunjukkan bahwa keberhasilan IPO sangat ditentukan oleh governance dan strategi jangka panjang. IPO disebut bukan hanya soal valuasi, tetapi juga reputasi perusahaan di mata investor.

Forum ini juga menyoroti kiprah perusahaan teknologi nasional RUN System yang resmi melantai di bursa setelah melalui perjalanan sejak 2014. Dengan lebih dari 500 pelanggan dan kolaborasi dengan Google Cloud, perusahaan ini menjadi bukti bahwa konsistensi inovasi dan tata kelola mampu mengantar startup Indonesia ke level global.

Bursa Efek Indonesia (BEI) menegaskan bahwa meskipun pendanaan startup Indonesia mengalami penurunan tajam dalam dua tahun terakhir, prospek jangka panjang tetap menjanjikan. Pernyataan ini disampaikan oleh Listyorini Dian Pratiwi, Wakil Direktur Pengembangan Perusahaan Tercatat BEI, dalam forum bersama Amvesindo.

Menurut data, total pendanaan startup Indonesia pada 2024 hanya mencapai USD 1,95 miliar, turun lebih dari 30% dibanding tahun sebelumnya. Tren tersebut berlanjut pada semester I 2025 dengan hanya USD 161 juta. Penurunan ini dipengaruhi tekanan domestik maupun global, mulai dari kenaikan tarif perdagangan, ketidakpastian geopolitik, hingga volatilitas sektor keuangan.

BEI sendiri mencatat pendanaan startup Indonesia mengalami penurunan tajam, dari USD 1,95 miliar pada 2024 menjadi hanya USD 161 juta di semester pertama 2025. Meski demikian, prospek jangka panjang tetap diyakini menjanjikan dengan dukungan regulasi, akses pendanaan, dan kesiapan fundamental dari pelaku usaha.

Bottom Ad [Post Page]

Kabar

Bisnis

Insight

Invest