Mencicip Warisan Nusantara di IP Xpose 2025: Ragam Kuliner Legendaris Ramaikan Booth Kementerian Kebudayaan di Smesco
Depok, Stapo.id — Gelaran IP Xpose 2025 di Gedung Smesco, Jakarta, hari ini diramaikan deretan kuliner warisan Nusantara yang dipamerkan di booth Kementerian Kebudayaan. Pengunjung bukan hanya “melihat-lihat”, tetapi benar-benar diajak mencicipi, belajar sejarahnya, sekaligus memahami nilai budaya di balik setiap resep. Dari jamu gaya baru hingga roti klasik Solo, inilah catatan lengkap sajian yang kami coba di lokasi.
Pengalaman dimulai dari jamu Acaraki. “Acaraki” dalam bahasa Jawa Kuno berarti peracik jamu. Brand ini memadukan racikan tradisional berakar rempah dengan penyajian modern—ramah generasi muda tanpa menghilangkan khasiat. Rasa rempah tetap tegas, tetapi presentasinya kekinian; cocok untuk yang baru pertama kali berkenalan dengan jamu.
Lalu ada moci Sukabumi—kudapan kenyal berisian kacang tanah yang sarat sejarah pengaruh Jepang. Ciri khasnya: dibungkus keranjang bambu mungil yang ikonik. Identitasnya kian kuat setelah Moci Sukabumi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 2022. Gigitan pertama menyajikan kontras lembut-manis yang sederhana namun mengikat memori.
Di lini kue modern berjiwa lokal, Iki Koue tampil dengan misi melestarikan jajanan Indonesia. Namanya berarti “ini kue”, didirikan dua sahabat—Karina dan Laura—yang mengangkat resep tradisi menjadi kudapan berkemasan rapi dan rasa yang konsisten. Pendekatannya menggabungkan storytelling asal-usul kue dengan eksekusi rasa yang akurat.
Nostalgia semakin pekat lewat Roti Kecik Ganep dari Solo—legenda sejak 1881. Roti mungil ini dibuat dari beras ketan sangrai dengan sentuhan kayu manis, menghasilkan tekstur rapuh-renyah dan aroma hangat yang khas. Di tengah gempuran roti modern, Ganep membuktikan bahwa resep lawas yang dirawat serius tetap punya tempat di hati penikmat.
Untuk penghangat badan, wedang uwuh khas Imogiri jadi rebutan. Minuman rempah ini terlacak sejak era Sultan Agung (1630-an) dan diracik dari cengkeh, kayu manis kering, jahe, gula batu, serutan kayu secang, serai, kapulaga, hingga pala kering. Warna merah alami dari secang, keharuman rempah, dan sensasi hangatnya terasa pas dinikmati di area pameran ber-AC.
Masih dari keluarga minuman rempah, bir pletok mempertegas kreativitas Betawi—“bir” tanpa alkohol yang lahir di masa kolonial Belanda. Diracik dari rempah yang direbus, bir pletok telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 2014 dan tercatat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal pada 2024. Profil rasanya wangi-hangat dengan aftertaste rempah yang bersih.
Di sudut lain, dodol Betawi memperlihatkan ketekunan proses—ketan, gula merah, gula pasir, dan santan diaduk berjam-jam hingga pekat dan kenyal. Kudapan wajib di momen pesta dan Lebaran ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 2017 (kategori keterampilan/kemahiran kerajinan tradisional) serta tercatat sebagai Kekayaan Intelektual Komunal—menegaskan pentingnya pelestarian resep dan teknik masaknya.
Tak ketinggalan bolu kemojo dari Riau—dinamai dari cetakan berbentuk bunga kamboja. Teksturnya lembut, aromanya halus, dan akrab di lidah masyarakat Melayu. Kue ini lazim hadir di pernikahan, hari raya keagamaan, hingga berbagai perayaan keluarga; bukti bahwa kuliner berfungsi sebagai perekat sosial.
Terakhir, kawa daun Pariangan dari Tanah Minang menyajikan sejarah yang unik. Di masa tanam paksa (1819), masyarakat memanfaatkan daun kopi—bukan bijinya—untuk diseduh menjadi minuman. Kini, kawa daun Pariangan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (2021) pada kategori kemahiran/kerajinan tradisional. Rasanya ringan dengan aroma khas panggang, menyuguhkan alternatif “kopi” yang berbeda total.
Keberadaan deretan kuliner ini menunjukkan bagaimana IP Xpose 2025 bukan sekadar pameran, melainkan panggung edukasi budaya yang hidup. Booth Kementerian Kebudayaan menghubungkan penikmat kuliner dengan para pelaku, cerita, dan status pelindungan budayanya. Di tengah arus modernisasi, menyicipi satu per satu hidangan ini terasa seperti membaca bab penting sejarah—hangat, akrab, dan membuat rindu pulang.